TANGERANG, GOWAMEDIA.COM – Bayangkan sebuah negeri di mana pejabatnya bersih dari korupsi, hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, dan etika menjadi dasar dalam setiap keputusan pemerintahan. Visi inilah yang menjadi ruh dalam Rapat Kelompok I K-3 MPR yang berlangsung selama tiga hari, 18–20 Maret 2025, di Hotel Santika, Tangerang.
Rapat digelar untuk mengevaluasi TAP MPR Nomor I/MPR/2003, khususnya Pasal 2 dan 4, yang membahas tinjauan atas berbagai TAP MPR dari tahun 1960–2002. Namun, lebih dari sekadar membahas status hukum, pertemuan ini menjadi panggung bagi para anggota K3 MPR untuk menegaskan perang terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta menegakkan kembali etika dalam bernegara.
Para anggota K3 MPR yang hadir menyadari bahwa regulasi saja tidak cukup. Tanpa kesadaran moral dan integritas pemimpin, hukum hanya akan menjadi teks di atas kertas. Oleh karena itu, rapat ini menjadi momentum penting untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam membangun tata kelola pemerintahan yang lebih bersih dan beretika.
Perang Melawan KKN: Tak Bisa Ditunda Lagi
Dalam salah satu sesi diskusi, Prof. Dr. Mustari Mustafa salah satu anggota K3 utusan DPD RI, menyoroti bagaimana KKN telah menjadi penyakit akut yang menggerogoti sistem pemerintahan di berbagai level.
"Hari ini, kita melihat sendiri bagaimana korupsi telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya di birokrasi. Jika ini dibiarkan, bukan hanya kepercayaan publik yang lenyap, tetapi masa depan bangsa pun terancam!" tegasnya.
Para peserta rapat sepakat bahwa KKN bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga persoalan moralitas dan tanggung jawab kepemimpinan. Mereka menekankan bahwa tanpa kesadaran etika yang kuat, regulasi secanggih apa pun akan tetap lumpuh.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan hukum untuk memberantas korupsi. Yang kita butuhkan adalah kepemimpinan yang bersih, transparan, dan berintegritas," tambah salah satu anggota komisi.
Pelajaran Berharga dari Leiden
Untuk memperkaya perspektif, rapat ini juga menghadirkan Dr. Jacob Tobing, seorang akademisi yang telah meneliti perubahan Undang-Undang Negara Republik Indonesia di Universitas Leiden, Belanda.
Dalam pemaparannya, Dr. Tobing menegaskan bahwa reformasi hukum harus selalu didukung oleh perubahan mentalitas para pemimpin.
"Negara-negara yang sukses menegakkan hukum selalu memulainya dengan menanamkan etika kepemimpinan. Regulasi bisa diubah kapan saja, tetapi tanpa moralitas yang kuat, aturan hanyalah formalitas," ujarnya.
Ia juga membandingkan pengalaman negara lain dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih, menyoroti bagaimana negara-negara maju selalu mengutamakan integritas dalam tata kelola negara.
Bersihkan Pemerintahan
Setelah diskusi yang panjang dan penuh argumentasi, Kelompok I K-3 MPR akhirnya merumuskan rekomendasi strategis yang akan disampaikan kepada MPR, Presiden, dan DPR.
Rekomendasi tersebut mencakup: Pencegahan dan pemberantasan KKN secara lebih sistematis; Penegakan kembali etika dalam penyelenggaraan negara; Evaluasi ulang TAP-TAP MPR yang berkaitan dengan sistem pemerintahan.
Selain itu, ada dorongan kuat untuk memastikan bahwa setelah perubahan regulasi dilakukan, ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat agar reformasi ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar diterapkan.
Di penghujung rapat, suasana kian membangun optimisme. Para anggota komisi menegaskan bahwa rekomendasi ini bukan sekadar laporan tertulis, tetapi sebuah komitmen untuk menghadirkan perubahan nyata.
Prof. Mustari Mustafa mengakhiri rapat dengan sebuah pernyataan yang menggugah:
"Ini bukan hanya tugas konstitusi. Ini adalah panggilan moral untuk menyelamatkan negeri ini. Kita harus memastikan bahwa pemerintahan yang kita bangun adalah warisan terbaik untuk generasi mendatang!"(*)