Di Hari Pancasila, Mantan Napiter Terorisme Dan Korban Teror Menyatu Di Rumah Moderasi

Di Hari Pancasila, Mantan Napiter Terorisme dan Korban Teror Menyatu di Rumah Moderasi

MAKASSAR, GOWAMEDIA.COM - Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan mendorong upaya rekonsiliasi antara mantan narapidana terorisme (napiter) dan para korban aksi teror. Inisiatif ini difasilitasi melalui Yayasan Rumah Moderasi Makassar, sebuah lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi, deradikalisasi, dan pendidikan.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Rusdi Hartono menegaskan bahwa program ini merupakan hasil dari kesadaran yang tumbuh di kalangan para eks napiter sendiri. 

“Ini kesadaran dari masing-masing pihak. Mereka sadar apa yang dilakukan dulu adalah sebuah kesalahan,” ujarnya dalam keterangan pers di Makassar, Minggu (1/6/2025).

Lebih lanjut, Rusdi mengatakan bahwa perubahan sikap tersebut ditindaklanjuti oleh kepolisian dalam bentuk kegiatan-kegiatan positif, terutama di sektor ekonomi. “Kesadaran mereka kita tampung dalam kegiatan positif, khususnya di bidang ekonomi,” katanya.

Untuk memfasilitasi proses ini, didirikan Yayasan Rumah Moderasi Makassar yang dipimpin oleh Ustaz Suryadi Mas’ud. Yayasan ini menjadi wadah pemberdayaan para eks napiter agar mereka dapat kembali aktif dan produktif di masyarakat.

“Melalui yayasan ini, eks napiter mulai menjalankan berbagai usaha seperti kuliner, warung kopi, hingga pelatihan kebangsaan,” jelas Rusdi.

Salah satu momen yang menyentuh dalam proses rekonsiliasi ini adalah keterlibatan dua korban bom Gereja Katedral Makassar, yang kini bekerja di RS Bhayangkara. Kehadiran mereka menjadi simbol harapan bahwa pemulihan dan perdamaian bisa terwujud.

“Alhamdulillah, korban kita pekerjakan, dan mantan pelaku kita beri ruang kegiatan ekonomi. Harapannya semua bisa melanjutkan hidup,” ujar Rusdi.


Ketua Yayasan Rumah Moderasi, Ustaz Suryadi, menyebut bahwa saat ini ada sekitar 82 anggota yang tergabung dalam yayasan, termasuk eks anggota kelompok Jemaah Islamiyah. “Insyaallah lebih dari 100 orang sudah terlibat,” katanya.


Berbagai unit usaha kini telah dijalankan secara aktif. “Ada bakso, coto, kopi, macam-macam kuliner. Tempat ini kami pacu agar teman-teman bisa mandiri,” imbuhnya.

Namun, menurutnya, pemberdayaan ekonomi saja tidak cukup. Yayasan juga aktif memberikan pelatihan ideologi dan kebangsaan. “Masalah ini bukan hanya soal usaha, tapi juga ideologi. Kami dulu menolak pendidikan, sekarang kami ingin anak-anak kami sekolah,” tutur Suryadi.

Ke depan, yayasan memiliki tiga fokus utama: penguatan ekonomi, deradikalisasi internal dan eksternal, serta pembangunan pendidikan. Suryadi menyebut kebutuhan mendesak untuk mendirikan lembaga pendidikan sebagai bagian dari proses regenerasi nilai-nilai moderat.

Kapolda Rusdi menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menyukseskan program ini. “Ini bukan hanya tugas kepolisian, tapi tugas semua pemangku kepentingan,” tegasnya.

Ia pun berharap, inisiatif yang dimulai di Sulawesi Selatan ini bisa menjadi model bagi program rekonsiliasi nasional. “Mudah-mudahan ini jadi awal yang baik demi mewujudkan Indonesia Emas 2045,” pungkas Rusdi.(*)